بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Merespon permasalahan akibat dampak dari globalisasi, secara umum ada tugas
yang harus di perankan oleh kaum muda, adalah melakukan berbagai kajian lintas
keilmuan (interdisipliner) terhadap berbagai perkembangan yang mempengaruhi
kehidupan umat. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan jawaban nyata untuk
disikapi lebih lanjut oleh masyarakat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
ekonomi, politik dan sosial budaya dapat terakses oleh nilai-nilai ajaran
agama, dengan tidak mengabaikan manfaat dari perubahan yang di capai
Setidaknya ada tiga posisi dalam memerankan diri sebagai generasi islam untuk mengadapi dampak globalisasi:
Pertama : Mengikuti kelompok konservatif, yang memposisikan islam sebagai agama yang memiliki doktrin dan ikatan – ikatan tradisi lama yang belum mau bersentuhan dengan wacana keilmuan selain islam. Unsur-unsur social selain islam dalam hal ini di anggap sebagai bagian yang senantiasa berlawanan bahkan mengancam. Dalam dimensi teologi (ketauhidan), menempatkan segala kekuasaan yang telah di terjemahkan dalam kajian-kajian pendahulunya dengan peletakan unsure mazhab dianggap telah mencapai representative. Tuhan dengan segala kekuasaanya telah memberikan ukuran dan solusinya sesuai dengan ajaran yang tertulis. Bagi mereka menafsirkan ayat yang berkaitan dengan ketuhanan dengan metode baru adalah kesesatan.
Kedua: Mengikuti kelompok liberal yang mengansumsikan islam sebagai agama yang dapat berperan sebagai agen perubahan social. Unsure-unsur sosial selain islam dalam hal ini menjadi komponen yang di terima bakan menjadi acuhan penting didalam merumuskan berbagai solusi terhadap persoalan globalisasi yang dihadapi umat. Dalam dimensi teologi paradigma ini mengedepankan aspek rasionalisme. Teologi bukan semata menjadi obyek kajian bagaimana menyakinkan umat secara doktriner, melainkan sebagai pembimbing tindakan nyata, selain itu, teologi juga menjadi bagian transformasi sosial yang terus menyuarakan kepentingan mayoritas umat. Paradikma ini berpendirian bahwa walaupun umat islam memiliki doktrin dan ikatan-ikatan tradisi lama tapi harus dilakukan banyak dekontruksi terhadap pemahaman doktrin tersebut melalui pengembangan wacana keilmuan yang dapat di peroleh pada sumber-sumber eksternal.
Ketiga: Megikuti kelompok yang mengkompromikan dua pandangan di atas, berupaya mencari konsepsi final yang paling edeal dalam islam. Dikenal sebagai kelompok moderat yakni mencoba mengintegrasikan pandangan-pandangan yang antagonistic dalam melihat hubungan islam dan persoalan kemasyarakatan. Di pihak lain, pandangan ini juga ingin melunakkan paradigma yang konservatif yang sering kali melakukan jeneralisasi bahwa islam selalu mempunyai ikatan atau hubungan yang tak terpisahkan dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Serta berusaha mengakomodasi dilakukanya pembaharuan sesuai dengan wacana yang diinginkan kalangan-kalangan liberal dengan tetap memperhatikan nilai-nilai luhur dan keislaman.
Dengan demikian layak kita kembali merenungkan pesan para ulama (tokoh islam) dalam mengembangkan syariat agama hendaknya tetap berpegang pada kaidah “mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan mendatangkan nilai-nilai baru yang lebih baik”. Agar tidak terjebak dalam sikap ekstrim berlebihan. Dan tetap mempertahankan jiwa “Amar ma’ruf nahi mungkar”. Dengan demikianm peran sebagai generasi islam tidak mengecewakan, baik bagi individu, keluarga, masyarakat dan Negara.
Setidaknya ada tiga posisi dalam memerankan diri sebagai generasi islam untuk mengadapi dampak globalisasi:
Pertama : Mengikuti kelompok konservatif, yang memposisikan islam sebagai agama yang memiliki doktrin dan ikatan – ikatan tradisi lama yang belum mau bersentuhan dengan wacana keilmuan selain islam. Unsur-unsur social selain islam dalam hal ini di anggap sebagai bagian yang senantiasa berlawanan bahkan mengancam. Dalam dimensi teologi (ketauhidan), menempatkan segala kekuasaan yang telah di terjemahkan dalam kajian-kajian pendahulunya dengan peletakan unsure mazhab dianggap telah mencapai representative. Tuhan dengan segala kekuasaanya telah memberikan ukuran dan solusinya sesuai dengan ajaran yang tertulis. Bagi mereka menafsirkan ayat yang berkaitan dengan ketuhanan dengan metode baru adalah kesesatan.
Kedua: Mengikuti kelompok liberal yang mengansumsikan islam sebagai agama yang dapat berperan sebagai agen perubahan social. Unsure-unsur sosial selain islam dalam hal ini menjadi komponen yang di terima bakan menjadi acuhan penting didalam merumuskan berbagai solusi terhadap persoalan globalisasi yang dihadapi umat. Dalam dimensi teologi paradigma ini mengedepankan aspek rasionalisme. Teologi bukan semata menjadi obyek kajian bagaimana menyakinkan umat secara doktriner, melainkan sebagai pembimbing tindakan nyata, selain itu, teologi juga menjadi bagian transformasi sosial yang terus menyuarakan kepentingan mayoritas umat. Paradikma ini berpendirian bahwa walaupun umat islam memiliki doktrin dan ikatan-ikatan tradisi lama tapi harus dilakukan banyak dekontruksi terhadap pemahaman doktrin tersebut melalui pengembangan wacana keilmuan yang dapat di peroleh pada sumber-sumber eksternal.
Ketiga: Megikuti kelompok yang mengkompromikan dua pandangan di atas, berupaya mencari konsepsi final yang paling edeal dalam islam. Dikenal sebagai kelompok moderat yakni mencoba mengintegrasikan pandangan-pandangan yang antagonistic dalam melihat hubungan islam dan persoalan kemasyarakatan. Di pihak lain, pandangan ini juga ingin melunakkan paradigma yang konservatif yang sering kali melakukan jeneralisasi bahwa islam selalu mempunyai ikatan atau hubungan yang tak terpisahkan dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Serta berusaha mengakomodasi dilakukanya pembaharuan sesuai dengan wacana yang diinginkan kalangan-kalangan liberal dengan tetap memperhatikan nilai-nilai luhur dan keislaman.
Dengan demikian layak kita kembali merenungkan pesan para ulama (tokoh islam) dalam mengembangkan syariat agama hendaknya tetap berpegang pada kaidah “mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan mendatangkan nilai-nilai baru yang lebih baik”. Agar tidak terjebak dalam sikap ekstrim berlebihan. Dan tetap mempertahankan jiwa “Amar ma’ruf nahi mungkar”. Dengan demikianm peran sebagai generasi islam tidak mengecewakan, baik bagi individu, keluarga, masyarakat dan Negara.
0 comments:
Post a Comment