Tuesday, 14 January 2014

Membangun Generasi Islam Dengan Ukhuwah Islamiyah

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Kita hidup dalam masyarakat yang sangat majemuk. Perbedaan banyak kita temukan di sekitar kita. Karena itu, kita harus dapat saling menjaga diri dalam menjalani hidup di tengah masyarakat yang sangat heterogen.


Keberagaman yang ada membuat kita harus senantiasa menjalin silaturahmi dengan orang lain. Jangan sampai perbedaan menghalangi kita untuk menjalin persaudaraan, karena dengan persaudaraan, kita dapat lebih siap untuk hidup bermasyarakat. Terlebih lagi persaudaraan yang terjalin antar sesama muslim, yang biasa kita kenal dengan nama ukhuwah islamiyah. Hal ini sudah diajarkan oleh Rasulullah saw.


Namun sayangnya, kepentingan dan ketamakan akan dunia telah melemahkan, bahkan menghancurkan ukhuwah islamiyah yang ada. Lihat saja di sekitar kita, berapa banyak orang yang rela menindas saudaranya sendiri demi ambisinya untuk mengeruk kekayaan dunia. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan cara-cara yang kotor agar ambisinya tercapai, termasuk mengotori dirinya dengan perbuatan dosa.
Padahal, banyak dalil yang mencela tindakan orang-orang yang menzolimi saudaranya sesame muslim. Dan bukankah Rasulullah saw sendiri telah menganjurkan bagi kita untuk memperkuat tali persaudaraan? Sebab dengan kuatnya jalinan persaudaraan sesammuslim, maka islam akan menjadi lebih kuat dan jaya, Insya Allah.

Makna dan Hakekat Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah islamiyah lebih sering diartikan sebagai rasa atau ikatan persaudaraan sesama muslim, yang disatukan oleh akidah islamiyah yang sama. Sedangkan menurut Imam Hasan Al Bana, ukhuwah islamiyah memiliki makna sebagai keterikatan hati dan jiwa antara manusia yang satu dengan yang lain karena satu akidah yang sama.
Adapun hakekat ukhuwah islamiyah yang tercermin dalam firman Allah SWT adalah:
  • Nikmat Allah (Q.S. 3:103)
  • Perumpamaan tali tasbih (Q.S.43:67)
  • Merupakan arahan Rabbani (Q.S. 8:63)
  • Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)

Dalam ukhuwah slamiyah, ada proses yang harus diperhatikan oleh umat manusia. Proses dalam ukhuwah islamiyah ini akan membuat persaudaraan semakin kuat. Proses-proses yang ada dalam ukhuwah islamiyah adalah:

Melaksanakan proses ta’aruf (saling mengenal). Literaturnya : 49:13
Adanya interaksi dapat lebih mengenal karakter individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dsb. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran(Fikriyyan). Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan thd suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola yang dikagumi/diikuti,dll. Dan pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Setiap manusia tentunya punya keunikan dan kekhasan sendiri yang memepengaruhi kejiwaannya. Proses ukuhuwah islamiyah akan terganggu apabila tidak mengenal karakter kejiwaan ini.

Melaksanakan proses tafahum (saling memahami)
Saling memahami adalah kunci ukhuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak akan berjalan. Proses ta’aruf/pengenalan dapat deprogram namun proses tafahum dapat dilakukan secara alami bersamaan dgn berjalannya ukhuwah. Dengan saling memahami maka setiap individu akan mudah mengatahui kekuatan dan kelemahannya dan menerima perbedaan. Dari sini akan lahirlah ta’awun (saling tolong menolong) dalam persaudaraan.

Ukhuwah tidak dapat berjalan apabila seseorang selalu ingin dipahami dan tidak berusaha memahami org lain. Saling memahami keadaan dilakukan dgn cara penyatuan hati, pikiran dan amal. Allah-lah yang menyatukan hati manusia.

Melakukan At-Ta’aawun (saling tolong menolong). Q.S. 5::2
Bila saling memahami sudah lahir maka timbullah rasa ta’awun. Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan ama( saling Bantu membantu).
Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan tersendiri. Manusia adalah makhluk social yang butuh berinteraksi dan butuhbantuan org lain. Kebersamaan akan bernila bila kita mengadakan saling Bantu membantu

Melaksanakan proses takaful (saling menanggung/senasib sepenanggungan)
Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak kisah dan hadits Nabi SAW dan para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti ketika seorang sahabat kehausan dan memberikan jatah airnya kepada sahabat lainnya yang merintih kehausan juga, namun setelah diberi, air itu diberikan lagi ek sahabat yang lain, terus begitu hingga semua mati dalam kondisi kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dirinya (itsar). Inlah cirri utama dari ukhuwah islamiyah.
Manfaat Ukhuwah Islamiyah

Banyak manfaat yang dapat kita nikmati dengan jalinan ukhuwah islamiyah yang kuat. Kita akan merasakan kehidupan bermasyarakat yang lebih harmonis. Perbedaan yang ada tidak akan menimbulkan pertentangan, justru akan menjadikan kehidupan kita semakin indah. Tingkat kesenjangan sosial dalam masyarakat juga akan terkikis dengan sendirinya. Hal ini karena semangat ukhuwah islamiyah yang menyatukan kita semua.
Selain itu, ada juga manfaat lain yang berhubungan dengan iman kita. Manfaat dari ukhuwah islamiyah yang kita terima sehubungan dengan tingkat keimanan kita diantaranya adalah:
  • Merasakan lezatnya iman
  • Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
  • Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)

Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk semakin menguatkan jalinana ukhuwah islamiyah diantara kita. Apalagi di masa sekarang ini, kuatnya ukuwah islamiyah menjadi hal yang sangat penting. Hal-hal yang dapat meningkatkan ukhuwah islamiyah diantara kita adalah:

1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘ Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”

2. Memohon didoakan bila berpisah
“Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim)

3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa
“Janganlah engkau meremehkan kebaikan (apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)

4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)
“Tidak ada dua orang mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)

5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan


]Marilah kita bangun generasi islam dengan meningkatkan ukhuwah islamiyah diantara kita, sehingga islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, insya Allah.

Pendidikan Islam dan Globalisasi





Awal abad ke-21 ditandai dengan berbagai perubahan mencengangkan. Kenyataan tersebut telah menghadapkan masalah agama kepada suatu kesadarn kolektif. Sebagai agen perubahan social pendidikan Islam yang berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dewasa ini dituntut untuk mampu memainkan peranannya secara dinamis dan pro-aktif. Kehadirannya diharapkan mampu membawa perubahan dan kontribusi baru yang berarti bagi perbaikan umat Islam, baik pada tataran intelektual teoritis maupun praktis.
Pendidikan Islam bukan sekedar proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari akses negative globalisasi. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana nilai moral yang telah ditanamkan pendidikan Islam mampu berperan sebagai pembebas dari himpitan kebodohan dan keterbelakangan.

Globalisasi berpandangan bahwa dunia didominasi oleh perekonomian dan munculnya hegemoni pasar dunia kapitalis dan ideology neoliberal yang menopangnya. Untuk mengimbangi derasnya arus dan tantangan globalisasi, perlu dikembangkan dan ditanamkan karakteristik pendidikan Islam yang mampu berperan dan menjawab tantangan tersebut.

Pengertian Pendidikan Islam dan Globalisasi

Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah suatu system kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi. Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri adalah terwujudnya menusia sempurna. Atau manusia bertaqwa kepada Allah SWT

Pengertian GlobalisasiMenurut bahasa, global ialah seluruhnya, menyeluruh. Sedangkan globalisasi ialah pengglobalan secara keseluruhan aspek kehidupan, perwujudan (peningkatan / perubahan) secara menyeluruh disegala aspek kehidupan. Kemudian membaca pengertian secara luas globalisasi adalah proses pertumbuhan begara-begara maju (Amerika, Eropa dan Jepang) melakukan ekspansi besar-besaran. Kemudian berusaha mendominasi dunia dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik, budaya, militer dan ekonomi.
Bila dielajari lebih jauh, globalisasi membawa pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu penjajahan, baik positif maupun negative. Pengaruh positif dari globalisasi yaitu membantu / mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara material. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah munculnya teknokrasi dan tirani yang sangat berkuasa, didukung oleh alat-alat teknik modern dan persenjataan yang canggih. Mengapa alat-alat dan teknik yang modern serta persenjataan menjadi pengaruh negative ? Karena seringkali bagi Negara yang berkuasa, mereka menyalahgunakan teknologi tersebut, seperti halnya ilmu pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hyper modern yang digunakan / dijadikan mekanisme operasionalistik yang menghancurkan.
Jadi dapat kami pahami bahwasanya maksud dari pendidikan Islam di era globalisasi ialah bagaimana pendidikan Islam itu mampu menghadapi perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan yang penuh dengan tantangan yang harus dihadapi dengan pendidikan yang lebih baik lagi.

Pendidikan Islam sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai moral dan ajaran keagamaan. Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk pribadi muslim sepenuhnya, yang mengembangkan seluruh potensi manusia baik jasmaniah, rohaniah, dan menumbuhsuburkan hubungan setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam dengan acara mengembangkan aspek structural, cultural dan beruapya meningkatkan sumber daya manusia guna mencapai taraf hidup yang layak.

Era globalisasi memunculkan era kompetisi yang berbicara keunggulan, hanya manusia unggul yang akan survive dalam kehidupan yang penuh persaingan. Karena itu salah satu persoalan yang muncul bagaimana upaya meningkatkan kualitas muslim melalui pendidikan Islam.

Gambaran solusi pendidikan Islam mengahadapi tantangan globalisasi merupakan desain besar. Namun bukan berarti hanya romantisme, dan harus diwujudkan dalam rangka menciptakan manusia muslim yang mampu menjawab tantangan era globalisasi dengan berlandaskan pendidikan Islam.


Peranan Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era Globalisasi





Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia / pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusai baik yang berbentuk jasmani maupun rohani. Menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta. Dengan demikian pendidikan Islam itu berupaya mengembangkan individu sepenuhnya, Maka sudah sewajarnya untuk dapat memahami hakikat pendidikan islam itu bertolak dari pemahaman terhadap konsep manusia menurut Islam.

Al-Qur’an meletakkan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dibumi “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Esensi makna khalifah adalah orang yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin alam, dalam hal memelihara dan memanfaatkan alam guna mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.

Untuk terciptanya fungsi tersebut yang terintegrasi dalam diri pribadi muslim, maka diperlukan konsep pendidikan yang komprehensif yang dapat mengantarkan pribadi muslim kepada tujuan akhir pendidikan yang ingin dicapai. Agar peserta didik dapat mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, maka diperlukan konsep pendidikan yang komprehensif yang dapat mengantarkan pada tujuan tersebut.

Maka, permasalahan pokok yang sangat perlu mendapat perhatian adlaah penyusunan rancangan program pendidikan yang dijabarkan dengan kurikulum. Berpedoman pada lingkup pendidikan Islam yang ingin dicapai, maka kurikulum pendidikan Islam itu harus berorientasi pada:
  • Tercapainya tujuan hablum minallah,
  • Tercapainya tujuan hablum minannas,
  • Terciptanya tujuan hablum minal’alam.

Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi

Sebagaimana fenomena yang kita saksikan dan kita rasakan saat sekarang ini, teknologi moren telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas Negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan dipedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit diperkotaan, melalui audio (radio) dan melalui visual (televise, internet dll). Fenomena modern yang terjadi diawal millennium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi.

Sebagai akibatnya, media ini, khususnya televise dapat dijadikan alat sangat ampuh ditangan sekelompok orang-orang atau golongan untuk menanamkan atau sebaliknya dapat merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola piker seseorang oleh mereka yang mempnyai kekuasaan terhadap media tersebut. 

Persoalan yang sebenarnya terletak pada mereka yang menguasai komunikasi global tersebut yang memiliki perbedaan perspektif yang kestrim dengan Islam dalam memberikan krteria nilai-nilai moral. Antara nilai baik dan buruk, antara kebenaran sejati dengan yang artificial. Disisi lain, era kontemporer identik dengan era sains dan teknologi. Dengan semangat yang tak pernah padam, para saintis telah memberikan kontribusi yang besar kepada kesejahteraan umat manusia. Akan tetapi, sekali lagi dengan perbedaan perspektif terhadap nilai-nilai etika moralitas agama.

 Jargon saintis sebagai pencari kebenaran tampaknya perlu dipertanyakan, sebagaimana data berikut :

Ex : selama tahun 1950-an, 60-an, dan 70-an New York Times, wajib bagi seluruh mahasiswa baru, laki-laki dan perempuan di Harvard, Yale dan Univeritas Cut di Amerika, di foto telanjang untuk sebuah proyek besar yang didesain dalam rangka untuk menunjukkan bahwa “tubuh seseorang” yang diukur di analisa, dapat bercerita banyak tentang intelegensia, watak, nilai moral dan kemungkinan pencapaian di masa depan.
Perlu kita catat sejak munculnya televise dibarengi dengan timbulnya berpuluh-puluh channel dengan menawarkan beragam acara yang menarik, umat Islam hanya berperan sebagai konsumen. Orang Baratlah yang pada hakikatnya memegang kendali semua teknologi modern. Dari sini terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh pendidikan Islam

Dengan demikian melihat dari fenomena yang terjadi di Era Globalisasi yang menimbulkan benyaknya permasalahan karena adanya perbedaan perspektif ekstrim dengan Islam dalam hal moral, maka dituntut bagaimana peranan pendidikan Islam untuk mengatasi gejala-gejala permasalahan tersebut.





Peran Generasi Muda Islam Dalam Era Globalisasi

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Merespon permasalahan akibat dampak dari globalisasi, secara umum ada tugas yang harus di perankan oleh kaum muda, adalah melakukan berbagai kajian lintas keilmuan (interdisipliner) terhadap berbagai perkembangan yang mempengaruhi kehidupan umat. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan jawaban nyata untuk disikapi lebih lanjut oleh masyarakat di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, politik dan sosial budaya dapat terakses oleh nilai-nilai ajaran agama, dengan tidak mengabaikan manfaat dari perubahan yang di capai

Setidaknya ada tiga posisi dalam memerankan diri sebagai generasi islam untuk mengadapi dampak globalisasi:


Pertama : Mengikuti kelompok konservatif, yang memposisikan islam sebagai agama yang memiliki doktrin dan ikatan – ikatan tradisi lama yang belum mau bersentuhan dengan wacana keilmuan selain islam. Unsur-unsur social selain islam dalam hal ini di anggap sebagai bagian yang senantiasa berlawanan bahkan mengancam. Dalam dimensi teologi (ketauhidan), menempatkan segala kekuasaan yang telah di terjemahkan dalam kajian-kajian pendahulunya dengan peletakan unsure mazhab dianggap telah mencapai representative. Tuhan dengan segala kekuasaanya telah memberikan ukuran dan solusinya sesuai dengan ajaran yang tertulis. Bagi mereka menafsirkan ayat yang berkaitan dengan ketuhanan dengan metode baru adalah kesesatan.

Kedua: Mengikuti kelompok liberal yang mengansumsikan islam sebagai agama yang dapat berperan sebagai agen perubahan social. Unsure-unsur sosial selain islam dalam hal ini menjadi komponen yang di terima bakan menjadi acuhan penting didalam merumuskan berbagai solusi terhadap persoalan globalisasi yang dihadapi umat. Dalam dimensi teologi paradigma ini mengedepankan aspek rasionalisme. Teologi bukan semata menjadi obyek kajian bagaimana menyakinkan umat secara doktriner, melainkan sebagai pembimbing tindakan nyata, selain itu, teologi juga menjadi bagian transformasi sosial yang terus menyuarakan kepentingan mayoritas umat. Paradikma ini berpendirian bahwa walaupun umat islam memiliki doktrin dan ikatan-ikatan tradisi lama tapi harus dilakukan banyak dekontruksi terhadap pemahaman doktrin tersebut melalui pengembangan wacana keilmuan yang dapat di peroleh pada sumber-sumber eksternal.

Ketiga: Megikuti kelompok yang mengkompromikan dua pandangan di atas, berupaya mencari konsepsi final yang paling edeal dalam islam. Dikenal sebagai kelompok moderat yakni mencoba mengintegrasikan pandangan-pandangan yang antagonistic dalam melihat hubungan islam dan persoalan kemasyarakatan. Di pihak lain, pandangan ini juga ingin melunakkan paradigma yang konservatif yang sering kali melakukan jeneralisasi bahwa islam selalu mempunyai ikatan atau hubungan yang tak terpisahkan dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Serta berusaha mengakomodasi dilakukanya pembaharuan sesuai dengan wacana yang diinginkan kalangan-kalangan liberal dengan tetap memperhatikan nilai-nilai luhur dan keislaman.

Dengan demikian layak kita kembali merenungkan pesan para ulama (tokoh islam) dalam mengembangkan syariat agama hendaknya tetap berpegang pada kaidah “mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan mendatangkan nilai-nilai baru yang lebih baik”. Agar tidak terjebak dalam sikap ekstrim berlebihan. Dan tetap mempertahankan jiwa “Amar ma’ruf nahi mungkar”. Dengan demikianm peran sebagai generasi islam tidak mengecewakan, baik bagi individu, keluarga, masyarakat dan Negara.

Tantangan Remaja Muslim di Era Globalisasi

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Zaman sekarang yang dikenal dengan sebutan era globalisasi telah didominasi oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi, dan komunikasi. Keadaan ini telah membawa perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat dalam banyak segi. Konsekuensinya sebagai akibat dari revolusi teknologi informasi dan komunikasi adalah revolusi sosial dan budaya. Hal ini terjadi karena batas-batas geografis antar negara makin transparan, sehingga terjadilah budaya yang makin mengglobal, bahkan merambah pada bidang ekonomi (ekonomi global). 

Jadi,Tantangan yang harus dihadapi Generasi umat islam adalah :
  • Tantangan Kultural
  • Tantangan Intelektual
  • Tantangan Finansial

Kita yakin bahwa hanya Islam yang dapat menyelamatkan kehidupan manusia dunia dan akhirat. Sehingga ketika kita melihat kenyataan yang berbeda dan bertentangan dengan aqidah Islam, akan menjadi tantangan bagi kita untuk mengubahnya. Generasi dambaan umat islam(Remaja) yaitu generasi yang berdaya, cerdas dan perduli terhadap permasalahan bangsanya. Dapat didefinisikan sebagai individu–individu shaleh yang sekaligus mempu menjawab tantangan perkembangan zaman dengan solusi yang diberikan Islam dan menguasai sains dan teknologi.
Secara garis besar, sikap remaja muslim dalam menghadapi tantangan modernitas terbagi pada tiga kelompok:

1.Remaja muslim yang distopistik

remaja muslim yang lari dari kenyataan, apatis, bahkan pesimis menghadapi tantangan modernitas. Mereka lari dari persaingan, tidak ada gairah belajar, bahkan berhenti kuliah karena menganggap bahwa materi perkuliahan itu ilmu sekuler, dan akhirnya berdiam diri.

2. Remaja muslim yang utopistik
remaja muslim yang memiliki optimisme yang berlebihan. Ia berkeyakinan bahwa kemodernan itu bisa menyelesaikan segala masalah.

3. Remaja muslim yang moderat
remaja yang mampu melihat dirinya secara utuh, tulus dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak lalai dalam menghadapi tantangan zaman. Sikapnya diimplementasikan dengan belajar dan bekerja sungguh-sungguh, mau bersaing, dan mampu melihat kenyataan secara realistik.

Mencermati kenyataan di atas, bisa dianalisis bahwa yang paling ideal adalah sikap yang ketiga, yaitu moderat. Dikatakan ideal karena sikap ini didukung oleh beberapa isyarat Al Qur’an bahwa kaum muslimin, baik laki-laki ataupun perempuan, dinobatkan sebagai khalifah fil ardh (yang mengatur bahkan sebagai decision maker demi kemaslahatan dunia). Dan untuk bisa melaksanakan kekhalifahan secara mapan, modal utamanya adalah ilmu, hal ini tercermin ketika Allah swt. berfirman kepada para malaikat yang artinya bahwa "Dia akan menjadikan Adam dan keturunannya (manusia) sebagai khalifah. Yang diperlihatkan kepada para malaikat untuk menduduki jabatan khalifah fil ardh adalah penguasaan ilmu". (lihat Q.S. Al Baqarah: 30-33).

Perlu di ingat kita harus melakukan seperti apa yang pernah dilakukan Rasul, yaitu tidak memisahkan dunia dan akhirat. Setiap aktivitas duniawi mempunyai proyeksi akhirat dan setiap amalan ukhrawi memiliki imbas duniawi. Sehingga terciptalah fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah (di dunia memiliki supremasi dan di akhirat menikmati surga abadi).

Dan terakhir, sikap yang harus kita tanamkan yaitu AWAS :
Active           : Aktif dalam bersikap, bermasyarakat, dan berpikir
Wani(berani) : Berani tegas dalam syi'ar ISLAM
Accelaration  : Akselerasi ke semua bidang kehidupan
Strong           : Tangguh dalam menghadapi semua masalah dan tantangan


Tantangan Generasi Muda Islam di Era Modern

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kini kita memasuki era globalisasi, tantangan dan rintangan dakwah pun makin kompleks. Era globalisasi saat ini selain membawa arus modernisasi, juga membawa arus liberalisasi, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan bahkan agama. Baru-baru ini kaum Islam liberal (yang menganut paham Pluralisme Agama) mereka mengajukan uji materil UU Penodaaan Agama, dalam hal ini mereka menginginkan kondisi Indonesia berada dalam kekacauan, mereka menginginkan aliran sesat dan sekte sempalan hidup dan berkembang biak di Negeri yang mayoritas muslim ini.

Demikianlah tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh dunia Islam. Oleh sebab itu Generasi Muda Islam harus ikut andil dalam memberantas kemungkaran-kemungkaran tersebut. Dan diharapkan Generasi Muda Islam melakukan lompatan-lompatan pemikiran yang lebih maju (progresif), Esatafet kepemimpinan pemikiran pembaharuan-pun harus cepat diambil,  jangan sampai Generasi Muda Islam masa kini kehilangan Jati Dirinya.

Generasi Muda Islam haruslah aktif berada dalam garis depan, Karena ini menyangkut kehormatan Islam dan umat Islam yang sudah di ambang kehancuran, maka menegakkan berdakwah bilisan, bilkitabah dan bilhal dalam segala ruang dan waktu. Generasi muda muslim kini harus bisa menangkap pesan Risalah Kenabian sebagai pembebas dari problematika umat masa kini.

Jika kita berbicara tentang masalah pemuda Islam masa kini, pikiran langsung menangkap bahwa pemuda masa kini sangat memprihatinkan, apa buktinya? Lihat...! Mereka berpakaian seolah-olah tidak tahu adat pakaian Islam yang telah diajarkan Rosulullah SAW. Adat barat ditiru habis-habisan tanpa menimbang apakah itu salah atau benar secara syar’i, tidak beda pria ataupun wanita dan yang muda atau dewasa. 
Kemudian apa yang harus kita lakukan? Apakah hanya menyalahkan mereka? atau hanya diam membisu dan geleng-geleng kepala, heran? atau hanya ingkar dan berdoa dalam hati saja semoga Allah Swt memberi hidayah?

Mereka itu memang salah, tapi, kesalahan mereka itu adalah kesalahan kita juga. Jangan merasa kalau yang tidak meniru adat Barat itu sudah sepenuhnya benar, dan bukan pula yang sudah berjilbab dan berbusana muslimah itu sudah betul seratus persen, dan bukan pula yang memakai kopyah dan ber-koko itu juga benar, tentu TIDAK demikian adanya.

Seharusnya kita membahas apa penyebab generasi kita sekarang menjadi seperti itu? Penyebab dari itu semua sangat sederhana yaitu, karena kebudayaan Barat saat ini lebih kuat dari pada kebudayaan Islam, dan hal ini merupakan kebalikan dari beberapa abad  yang silam.

Dahulu, kebudayaan Islam adalah budaya yang besar dan kuat, sehingga orang-orang Inggris, Prancis, Eropa, dsb. pergi ke Qortoba hanya untuk belajar Bahasa Arab, sampai-sampai mereka memakai pakaian Arab dan membanggakannya kepada orang-orang Eropa.

Coba pikirkan apa sebab dari semua itu? Tidak lain, karena kebudayaan Islam pada waktu itu adalah kebudayaan yang besar dan kuat sehingga dunia bangga untuk mengikutinya, tapi sekarang keadaan telah berbalik, generasi Islam justru memilih untuk meniru kebudayaan Barat dan membangga-banggakannya.
Lalu apa jalan keluarnya? Kita harus mengangkat kembali kebudayaan Islam dan menguatkannya. Jika kebudayaan Islam sudah mempunyai kekuatan, tempat dan keunggulan, secara otomatis generasi muda akan lebih memilih Kebudayaan Islam, bahkan orang-orang barat juga akan meniru dan mengikuti budaya kita, lalu apa salahnya kita mencoba!?

Orang Barat memiliki kebudayaan, Islam juga seperti itu, tapi bedanya orang-orang Barat bisa mengembangkan budaya mereka dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia. Dan inilah hasilnya, kita bisa lihat sendiri dan merasakannya, budaya mereka menjadi budaya yang kuat dan besar sehingga memikat seluruh penjuru dunia untuk ikut kedalamnya.

Yang kita tanyakan sekarang, dimanakah kebudayaan Islam yang telah dibangun sejak dahulu kala? Kebudayaan yang dulu disanjung-sanjung oleh semua insan? Kebudayaan yang membawa misi akhlak dan perdamaian? Jawabannya adalah Al-asf.

Kebudayaan Islam kini hanyut terbawa oleh kebudayaan Barat, tak kuat untuk mengimbangi budaya yang sudah terlanjur memikat banyak generasi Islam. Kenapa? Apa sebabnya? Saat ini kekreatifan kaum muslim tak sebanding dengan orang-orang Barat, mereka menjadikan budaya mereka adalah budaya yang membanggakan, sehingga orang-orang yang memakai budaya mereka merasa “wow”, “keren”, dan “cool’’ sedang budaya Islam terlihat “kuno” , “ jadul” dan tidak keren.

Sebagai contoh: kita pasti tahu acara yang diselenggarakan setiap tahun yang biasa disebut dengan Miss Univers,acara yang sangat disanjung-sanjung orang se-dunia.  Dalam acara tersebut para peserta diharuskan memakai pakaian yang sangat minim dan pastinya itu sangat diharamkan oleh Syari’at Islam, selain itu  mereka juga memakai dan memamerkan budaya Barat dengan bangganya, tanpa rasa malu apalagi bersalah pada ajaran agama dan adat mereka sendiri. Orang barat mengemas kebudayaan mereka dengan kreatif dan menarik, untuk mengajak dunia agar mau menggunakan dan meniru budaya mereka, dari kesan yang seperti itulah banyak orang-orang Islam yang tertarik untuk menirunya.

Nah, sekarang giliran kita untuk memunculkan kembali budaya Islam yang telah hanyut oleh budaya Barat. Kita tumbuhkan image baik bagi si pemakai, misalnya: “Wah...! ternyata yang memakai busana muslimah atau baju koko terlihat tambah elok, cantik, dan cocok...” dsb. sehingga mereka merasa senang dan bangga memakai budaya Islam dan bisa menarik kembali  para muqollidun Barat berbalik arah kepada budaya Islam, atau yang bisa disebut dengan Qonun jadzb.

Tentu saja hal ini tidak bisa dilakukan secara serta merta begitu saja, melainkan butuh waktu dan kerjasama antar muslimun. Mereka harus saling mendukung dan ikut serta dalam  mensukseskan proyek ini, karena proyek ini menyangkut generasi muda Islam mendatang yang mempunyai peran besar dalam menyebarkan dakwah Islam. Jika sudah ada kesepakatan antar muslimun tinggallah praktek yang harus dilakukan.

Kemudian bagaimana cara memulainya? Kita harus memulai dari pribadi kita dengan memakai, menggunakan, dan menjalankan, tidak dengan kalam saja, misalnya: “Mbak, coba pakai pakaian yang tertutup!” tapi tentunya harus dengan contoh dari kita dulu yang membuat mereka tertarik, karena mereka sendirilah yang akan menilai “Oh ternyata budaya Islam itu bagus, elok, dan tak kalah keren dari budaya Barat”.

Selanjutnya, untuk membangun generasi muda Islam juga tidak mudah. Coba kita tengok kembali apa yang menjadi slogan dalam islam? AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keemungkaran). Tapi, banyak kita lihat dari generasi muda sekarang malah menjauh dari syari’at Islam, padahal sudah banyak dari muslimun yang menyeru “Ini tidak boleh, itu tidak boleh, haram hukumnya”
Sebelum kita menuju kepada nahi mungkar maka kita mulai dulu membangun amar ma’ruf, sehingga ketika kita menyeru untuk nahi mungkar kepada generasi yang menjauh dari syari’at kita punya naungan untuk tempat bernaungnya mereka yaitu amar ma’ruf yang sudah dibangun sebelumnya.

Tulisan ini adalah sebagian dari pemikiran-pemikiran orang yang prihatin dengan adanya kebudayaan yang bertentangan dengan Islam, yang mana membawa generasi muda Islam kepada penyelewengan-penyelewengan yang berlanjut, yang belum terobati. Mari dengan ini, kita kobarkan iman dan semangat kita untuk mengembalikan generasi Islam kepada jalan yang lurus dan membawa kepada pemahaman Islam yang utuh

Peran iman digunakan sebagai:
  • Iman sebagai pertahanan & adaptasi arus budaya global yang dianggap kurang sesuai dengan budaya lokal & ajaran islam.
  • Iman sebagai alat untuk Memilih & Menggunakan tenologi bagi kepentingan kebaikan sekarang & kedepan, sesuai ajaran islam.
  • Iman sebagai filter &  pegangan dalam bersosialisasi, sesuai ajaran islam.
  • Iman sebagai alat untuk memilih & menyaring sistem & implementasi perkonomian yang akan dijalani bagi kehidupan pribadi & lingkungan, sesuai ajaran islam. 
  • Iman sebagai filter informasi secara obyektif  dan cerdas  
  • Iman sebagai filter dalam menjalankan fungsi & aturan politik yg akan digunakan, sesuai ajaran islam.

Pemuda Muslim Minim Kemampuan Leadership

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Anggota Presidium ICMI, Muslimin Nasution. 

Kemajuan bangsa Indonesia bergantung pada kemampuan leadership (kepemimpinan) generasi muda muslimnya. Menurut Anggota Presidium Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Muslimin Nasution, Indonesia berpotensi kekurangan calon pemimpin muda Islam berkarakter.

Hal itu dikarenakan minimnya kaderisasi dan kesempatan bagi pemuda muslim berkiprah di tengah masyarakat. Menurut dia, kaderisasi kepemimpinan pemuda muslim ini penting. "Apabila ingin pemimpin muda bangsa berkualitas, selain kemampuan Alquran dan Hadist, mereka juga harus memiliki integritas kepemimpinan yang kuat".

Mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan ini menilai, selama ini kemampuan pemuda muslim kurang diasah. Padahal, menurut dia, pemimpin muda berkualitas seharusnya ditempa dengan proses kepemimpinan yang tidak mudah dan bukan dalam waktu yang instan.

Muslimin menyampaikan hal ini dalam rangka mengisi kuliah kepemimpinan nasional angkatan ke tujuh yang diselenggarakan oleh Ilma Center dan Kalam Salman ITB. Sebagai mantan aktivis masjid Salman ITB Bandung, Muslimin prihatin dengan kekacuan proses kaderisasi pemuda muslim saat ini.

Menurut dia kaderisasi pemimpin muslim yang paling krisis ada pada korporat dan perusahaan besar. "Pemuda muslim kini sangat minim yang berperan serta dalam sebuah korporasi. Mereka yang saat ini berada di korporasi sebagaian besar nonmuslim dan kagum pada sistem kepemimpinan model barat," keluhnya.

Karena itu, kata dia, yang dibutuhkan saat ini adalah pemuda muslim berintegritas dan siap membangun nilai korporasi. Konsep koperasi ini seperti apa yang telah disepakati para founding father Indonesia dengan ekonomi kerakyatan dan gotong royong.

Hal senada disampaikan Direktur Utama PT PLN Persero, Nur Pamudji. Ia mencontohkan minimnya calon pemimpin muda muslim di bidang energi. Nur memandang hal yang paling penting membentuk kepribadian pemimpin muda muslim adalah melalui bisnis. "Sayangnya kaderisasi pengusaha muda muslim masih sangat minim."

Di bidang energi, kata dia, peluang bisnis bagi pengusaha muda muslim sebenarnya sangat besar. Industri energi merupakan bagian penting sangat penggerak ekonomi, tapi tantangannya tidak mudah. Nur berharap kedepan akan semakin banyak generasi muda Islam yang lebih tertarik berkecimpung di dunia bisnis ketimbang mereka yang terjun sebagai politisi.


Membangun Karakter Generasi Pemuda Muslim

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Bicara tentang pemuda berarti membicarakan diri kita sendiri, betul bukan? karna kita adalah pemuda, lantas apa yang menarik dari pemuda ini ? Kita adalah seorang generasi pemuda muslim yang harus memiliki karakter.

Adapun karakter yang harus dimiliki oleh setiap pemuda muslim adalah:
  • Berakhlaq mulia
  • Amanah
  • Memiliki rasa tanggung jawab
  • Memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi

Untuk membangun  karakter generasi pemuda muslim yang berakhlak mulia, amanah, dan memiliki jiwa tanggung jawab, serta memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi harus diawali dengan pendidikan tauhid (pengesaan kepada Allah SWT.) karna tauhid & keimanan adalah pondasi utama yang wajib di tanamkan dalam diri setiap pemuda muslim Allah SWT. Berfirman :

وَلاَ تَهِنُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَنْتُمُ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِـيْن

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu benar-benar beriman.” (QS Ali Imran: 139)
Sering kita jumpai beberapa fenomena-fenomena yang terjadi pada zaman sekarang ini, salah satunya adalah kerusakan akhlaq dan moral para remaja muslim yang itu semua didasari oleh kurangnya pendidikan ketauhidan serta keimanan seorang pemuda sehingganya mereka salah dalam memilih suatu perkara, yang mana perkara tersebut tanpa mereka sadari dapat menjerumuskan mereka kepada suatu lubang kemaksiatan, Rasulullah SAW adalah suri tauladan kita yang memiliki akhlaq yang begitu mulia sebagaimana Allah SWT berfirman :

وَاِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْم

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlaq tinggi dan berprilaku luhur" (Q.S. Al-Qolam:4)
Dari ayat di atas bisa kita ketahui bahwasanya nabi Muhammad SAW adalah seorang pemuda yang memiliki akhlaq yang mulia, dan beliau juga adalah seorang pemuda yang sangat amanah dan bertanggung jawab sehingganya beliau mendapatkan gelar Al-Amin yaitu orang yang terpercaya, nah … seharusnya kita sebagai seorang pemuda muslim harus memiliki karakter yang dimiliki suri tauladan kita karna beliau adalah qudwah hasanah kita sebagaimana Allah SWT berfirman :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسوالله اُسْوَةٌ حَسَنَة لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْاالله وَاليَوْمِ الاخِر وَزَكَرالله كثيرًا

"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah" (Q.S Al-Ahzab:21)

Kuncinya adalah dengan iman. Keimanan kepada Allah akan melahirkan karakter kuat dalam diri seorang muslim. Dirinya ingin bebas, dan itu tercapai. Hidup sebagai seorang muslim memang betul-betul bebas dari kungkungan kekuatan manusia dari pihak manapun. Tak pandang bulu. Rasa takutnya, ketundukannya, kepatuhannya, hanya ditujukan kepada Allah semata. Dengan demikian, memang betul-betul terbukti, kaum muslim adalah orang-orang yang tinggi derajatnya. Sebab, mereka hanya menghambakan diri kepada Allah, Sang Pencipta, bukan kepada makhluk-Nya.

Abul A’la al-Maududi, seorang cendekiawan muslim asal Pakistan mengatakan, “If you understand the true character of a Muslim, you will be convinced that he cannot live in humiliation, abasement, or subjugation. He is bound to prevail and no power on earth can overwhelm him or subdue him. For Islam inculcates in him the qualities which cannot be overshadowed by any charm or illusion".(Jika anda memahami watak dasar seorang muslim, anda akan yakin bahwa ia tidak bisa hidup dalam keterhinaan, kerendahan, atau ketertindasan. Ia ditakdirkan untuk menang dan tak ada satu kekuatan pun di muka bumi yang bisa mengalahkan atau mengekangnya. Karena, Islam telah memasukkan sifat-sifat unggul dalam dirinya, yang tidak bisa dikaburkan oleh ilusi atau kekuatan magic apapun.)”

Kini, kaum Muslim berada dalam keterpurukan. Baik secara mental, spiritual, maupun material. Boleh dibilang, kaum muslimin, secara umum sedang mengalami keterpurukan multidimensi. Sejak runtuhnya khilafah islamiyah di tahun 1924, kaum muslimin seakan terendahkan, inferior di muka umat yang lain. Padahal, seharusnya mereka yang memimpin, bukan dipimpin dan ditindas. Di berbagai penjuru dunia, mereka jadi bulan-bulanan, ditekan dan dianiaya tanpa pembelaan berarti.
        
Maka dari itu Islam sangat membutuhkan pemuda-pemuda Islam  yang berkarakter tangguh dan tahan banting. Para pemuda yang siap menginfakkan harta dan diri mereka secara totalitas di jalan perjuangan Islam. Selagi fisik mereka prima, kemampuan mereka tengah pada puncak maksimal, mereka  persembahkan demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim. Bukan ketika usia telah renta tanpa daya dan tenaga, ketika kekuatan tinggal sisa-sisa. Allah memerintahkan kita,


”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS al-Baqarah: 267)


Islam membutuhkan generasi pejuang seperti yang digambarkan oleh sahabat Khalid bin Walid Ra,

إِنَّ أُمَّةً يَزْدَحِمُ أَبْنَاءُهَا مِنْ أَجْلِ الشَّهَادَةِ لاَ تَعْرِفُ الْهَزِيْمَةَ

“Sebuah kaum yang generasinya berbondong-bondong memburu syahadah, tak kenal kata menyerah, kalah.”

Sekarang, kebutuhan kita adalah menjalankan sebuah program penting character building (membangun karakter). Membangun watak dan tabiat yang telah lama hilang. Mengingatkan kembali memori generasi baru akan kehebatan-kehebatan nenek-moyang mereka yang terbukti nyata dalam sejarah. Bukan sekedar isapan jempol. Kita harus menggali lagi sejarah emas umat Islam untuk melahirkan kembali individu-individu muslim unggulan.

Copyright @ 2013 Adorable Islam.